I.
Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengekstraksi
zat warna alami dari daun mangga serta untuk mengetahui apakah ekstrak daun
mangga dapat dimanfaatkan sebagai zat warna alami.
II.
Tinjauan
Pustaka
A.
Tinjauan Umum Mangga
Tumbuhan mangga (Mangifera indica L.)
menurut perkiraan para ahli berasal dari daerah sekitar Bombay dan daerah di
sekitar kaki gunung Himalaya, kemudian menyebar keluar daerah, diantaranya
Amerika Latin, benua Afrika, juga negara - negara di
kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam, Philipina, dan Indonesia.
Klasifikasi Mangga :
Kingdom
: Plantae
Divis
: Spermatopyhta
Kelas
:
Dicotyledonae
Ordo
:
Anancardiales
Famili
: Anacardiaceae
Genus
: Mangifera
Species
: Mangifera indica Linn
Untuk kondisi alam di Indonesia, mangga dapat tumbuh baik
pada tempat yang musim panasnya kuat, di dataran rendah dengan volume curah
hujan rendah sampai sedang. Sebagai contoh : di pesisir utara pulau jawa,
sebagaian besar daerah jawa timur, sampai pesisir sebelah timur antara
Pasuruan, Situbondo dan Probolinggo, Kepulauan Sunda Kecil, daerah propinsi
Riau, tenggara pulau Sulawesi sampai pulau Buton dan sekitarnya.
Dilihat
dari unsur botani dan habitatnya, tumbuhan mangga memiliki pohon yang tinggi
mencapai 10 meter - 30 meter atau lebih dan umumnya dapat mencapai puluhan
tahun. Batangnya tumbuh tegak, kokoh, berkayu dan berkulit tebal yang warnanya
abu - abu kecoklatan, pecah - pecah serta mengandung damar. Percabangannya
banyak yang tumbuh ke segala arah hingga tampak rimbun. Akar bercabang - cabang,
kokoh dan berkulit tebal warna kecoklatan. Daun tumbuh tunggal pada ranting,
letaknya berselang - seling dan bertangkai panjang. Bentuk daun panjang lonjong
dengan bagian ujung meruncing. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau
tua, sedangkan permukan sebelah bawah berwarna hijau muda. Tumbuhan mangga
dapat tumbuh dan diproduksi di daerah tropik maupun sub tropik. Di daerah
tropik Indonesia, mangga tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian
maksimal 500 meter diatas permukan laut, meskipun dapat hidup sampai pada
ketinggian lebih kurang 1300 meter, namun produksinya tidak begitu banyak dan
kualitasnya pun tidak baik. Unsur iklim yang penting bagi tumbuhan mangga
adalah curah hujan, suhu (temperatur) dan angin, suhu yang ideal adalah antara
270 C - 340 C dan tidak ada angin kencang atau panas,
serta membutuhkan penyinaran antara 50 % - 80 %.
Kandungan
kimia tumbuhan mangga antara lain : 2 - Octane, Alanine, Alpha-phellandrene,
Alpha - pinene, Ambolic - acid, Cembonic - acid, Arginie, Ascorbic-acid, Beta -
carotene beta pinene, Carotenoids, Fulfural, Gaba, Gallic - acid, Mangiferic - acid,
Mangiferine, Mangiferol, Mangiferlic - acid, Myristic - acid, Neo-beta- carotene-b,
Neo-beta-carotene-u, Neoxantophyll, Nerol, Neryl - acetate, Oloic -acid,
Oxalic-acid, P-coumaric-acid, Palmitic-acid, Palmitoleic-acid,
Pantothenic-acid, Peroxidase, Phenylalanine, Phytin, Proline, Quercetin,
Xanthophll.
Kegunaan
tumbuhan mangga antara lain untuk obat - obatan misalnya: gatal-gatal, rematik,
gangguan darah, empedu, pencernaan, diare, desentri, wasir, sembelit, susah
tidur. Selain itu untuk diolah menjadi makanan dan minuman seperti sale, selai,
dodol, sari buah mangga.
Kegunaan
lainnya adalah sebagai sumber zat warna dan yang digunakan sebagai zat warna
pada tumbuhan mangga ini adalah pigmen mangiferine yang terdapat pada daun
mangga. Mangiferine disini memiliki gugus kromofor yaitu C = O, gugus auksokrom yaitu - OH yang
berasal dari golongan anion dan senyawa organik tak jenuh hidrokarbon aromatik.
Kandungan xanton jenis mangiferin pada mangga sebanyak 7 % - 15 %. Di dalam
daun mangga mengandung kristal kuning (xanton).
Xanton
adalah senyawa sejenis flavonoid yang telah digunakan sebagai zat warna selama beratus
- ratus tahun. Xanton dari mangifera indica ini adalah glukosida - C
mangiferin.
Mangiferin
yang terdapat pada daun batang mangga ini mempunyai gugus - gugus penting dalam standar zat
warna antara lain :
Zat
organik tak jenuh : Hidrokarbon Aromatik
Gugus
kromofor : = C =O (karbonil) dan =
C = C (etenil)
Gugus
auksokrom : OH (golongan anion)
Zat
warna dari daun mangga larut dalam air, alkohol, aseton, asam, piridin, tri
chlor as acetat (TCA), dan etil asetat sehingga tergolong water-soluble
dyes.
Bagian
yang akan digunakan sebagai zat warna adalah daun mangga, karena di dalam daun
mangga terdapat pembuluh yang digunakan untuk membawa zat - zat makanan dari
akar menuju ke daun.
B.
Zat Warna
Dalam
percobaan ini, tinjauan umum zat warna adalah senyawa organik berwarna yang
digunakan untuk memberi warna ke suatu objek atau suatu kain. Suatu zat
berwarna bila zat tersebut melakukan absorbsi selektif dari sinar yang masuk,
dan meneruskan (memantulkan) sebagian dari sinar yang tidak di absorbsi,
seperti yang nampak dalam indera penglihatan. Sinar yang terlihat oleh mata
adalah yang panjang gelombangnya = 400-800Ǻ, Apabila zat tidak melakukan
adsorbsi selektif, maka zat itu tak berwarna.
Pada
tahun 1876, Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan gabungan dari zat
organik tak jenuh, kromofor sebagai
pembawa warna dan auksokrom sebagai
pengikat antara zat warna dengan serat. Zat organik tak jenuh yang biasa
dijumpai dalam pembentukan molekul zat warna adalah senyawa aromatik. Golongan
dari senyawa hidrokarbon aromatik yang bisa digunakan sebagai zat warna adalah
senyawa organik yang diperoleh dari reaksi suatu amino aromatik primer yang
disuspensi dari suatu larutan asam mineral dalam air, kemudian direaksikan dengan
natriun nitrit, untuk menghasilkan suatu zat warna pada hidrokarbon aromatik
dimana senyawa tersebut harus mengandung senyawa azo. Adapun gugus yang dapat
digunakan untuk zat warna adalah gugus kromofor.
Gugus
kromofor ini yang dapat menyebabkan molekul menjadi berwarna. Pada gugus
kromofor yang biasanya digunakan dalam pewarnaan adalah jenis - jenis gugus
fungsi yang didalamnya mengandung zat warna diantaranya ialah azo, nitroso,
nitro, karbonil, tio, etenil, karbonitrogen., azometin, dan lain sebagainya.
Gugus
Auksokrom adalah gugus yang mengaktifkan kerja kromofor dan memberikan daya
ikat terhadap serat atau kain yang diwarnainya. Pada gugus auksokrom yang
digunakan sebagai daya ikat terhadap serat atau kain digolongkan menjadi dua
yaitu :
(1) Golongan
kation yaitu suatu gugus fungsi yang didalamnya bisa mengandung gugus amino
primer dan asam amino.
Misalnya
adalah :- NH2, - NHCH3, - NCH3, - NCH3Cl.
(2) Sedangkan
untuk golongan anion yaitu suatu gugus fungsi yang didalamnya mengandung gugus
alkana dan fenol, tetapi ada juga yang mengandung asam, misalnya : - SO3H,
- OH, - COOH.
Gugus
auksokrom pada zat warna alam, kecuali indigo, pada umumnya golongan anion,
yang memiliki sifat mudah larut dalam air, sehingga dapat diduga ketahanan
luntur zat warnanya rendah sebab ikatan yang terjadi ialah ikatan hidrogen.
Untuk memperkuat ikatan tersebut perlu dilakukan proses iring (after
treatment atau fiksasi).
Dalam
zat warna terdapat suatu golongan diantaranya zat warna pada alam adalah zat
warna yang di peroleh dari alam atau tumbuh - tumbuhan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dengan cara ekstraksi menurut aplikasinya atau
pemakainnya pada bahan tekstil, zat warna alam dapat digolongkan menjadi 4
golongan yaitu : Zat warna direk, zat warna asam - basa, zat warna mordan, dan
zat warna bejana.
Zat
warna direk adalah suatu zat warna yang dapat langsung mewarnai bahan tekstil
(dari serat alam) secara langsung. Ikatan antara serat alam (bahan tekstil),
dengan zat warna yang berdasarkan ikatan hidrogen. Setelah proses pencelupan
selesai perlu diperlukan proses fiksasi agar daya tahan luntur warna kain yang
dicelupkan dengan zat warna ini baik. Contoh golongan ini ialah curcumin.
Zat
warna asam - basa karena pada proses pencelupannya memerlukan suasana asam - basa.
Zat warna pada jenis ini memiliki gugus kombinasi asam dan basa, tetapi
diterapkan pada pewarnaan serat sutra atau wol, tetapi tidak memberikan warna
yang permanen pada katon. Contoh golongan ini adalah flavanoid pigmen.
Zat
warna mordan adalah zat yang dibuat tidak larut pada tekstil dengan
mengkomplekskan atau penyepitan (chelation) dengan suatu ion logam yang
disebut mordan. Zat pewarna jenis ini tidak mampu mewarnai kain (tenunan),
kecuali dengan bantuan mordan. Mordan yang digunakan biasanya mengandung
hidroksida atau garam basa yang berasal dari Al, Cr, Fe, Cu, Co. Mordan ini
mampu membentuk suatu senyawa yang dapat larut bersama pewarna dalam kain,
sehingga dapat mewarnai dengan baik. Contoh Zat warna ini adalah alizarin.
Zat
warna bejana yaitu zat warna yang dapat mewarnai serat melalui proses reduksi -
oksidasi (redoks) dikenal sebagai pewarna yang paling tua di dunia, dengan
ketahanan yang paling unggul dibandingkan ketiga jenis zat warna alam lainnya.
Zat warna ini memiliki sifat tidak larut dalam air, tetapi dengan
reduksi-oksidasi akan dihasilkan senyawa yang larut dalam air. Tenunan (kain)
kemudian di celup, setelah beberapa lama kain tersebut di ambil, dan
dioksidasikan dengan udara, sampai timbul warna yang melekat dengan baik pada
kain tersebut. Contoh zat warna jenis ini adalah indigo.
C.
Ekstraksi
Untuk
mengeluarkan suatu zat warna diperlukan suatu metode yaitu metode ekstraksi,
metode ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan yang berasal dari
suatu padatan atau cairan dengan menggunakan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi
atas dasar kelarutan yang berbeda dari komponen - komponen yang dipisahkan
terhadap dua pelarut yang tidak saling bercampur.
Berdasarkan bentuknya
ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
(1) Ekstraksi padat - cair, yaitu substansi yang
di ekstraksi terdapat dalam campuran yang berbentuk padat.
(2)
Ektraksi cair - cair, yaitu substansi yang di ekstraksi yang terdapat dalam campuran berbentuk cairan.
Adapun cara ekstraksi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
(1) Ekstraksi
tradisional atau sederhana dapat dilakukan dengan cara perebusan. Cara
perebusan merupakan yang paling mudah dengan alat - alat yang sederhana pula.
Adapun prinsip pengolahannya yaitu, bahan yang akan di ekstra, di rebus dalam
pelarut air dengan perbandingan tertentu, bahan di rebus sampai terjadi larutan
ekstrak, lalu diangkat dan di dinginkan lalu di saring, larutan ekstrak
siap digunakan. Cara tradisional biasanya digunakan oleh seorang pengerajin
batik, karena pada umumnya pewarnaan batik menggunakan zat warna alam. Namun
karena adanya kemajuan teknologi sekarang ini seorang pengusaha batik banyak
yang mulai meninggalkan cara lamanya dan beralih ke cara yang moderen
yaitu dengan cara menggunakan metode ekstraksi soxhlet, karena mereka
mengganggap lebih praktis dan akurat. Namun tidak semua pengusaha batik
menggunakan cara moderen tersebut karena sampai saat ini masih ada yang
mwnggunakan cara tradisional dalam pewarnaan batik terutama dalam skala kecil,
atau home industri.
(2)
Ekstraksi cara maserasi
merupakan proses perendaman sampel padat dalam suatu pelarut pada temperatur
kamar. Metode ini sering disertai dengan tindakan mekanik seperti pengocokan.
Maserasi tersebut lazim digunakan untuk sampel berupa padatan. Sampel harus
terendam dalam pelarut.
(3)
Refluks ialah perendaman sampel
padat dalam suatu pelarut pada temperatur titik didih pelarut.
(4)
Soxhlet, merupakan ekstraksi
padat - cair yang banyak digunakan dalam dunia usaha untuk mengisolasi
substansi berkhasiat di alam, di mana ekstraksi padat - cair dalam laboratorium akan lebih
mudah dengan mengunakan alat ekstraksi yang dikenal dengan ekstraktor soxhlet.
Langkah - langkah ekstraksi padat - cair, yaitu pencampuran pelarut dan badan -
bahan yang diekstrak, lalu dipisahkan dengan beberapa fase.
Proses
ekstraksi padatan umunnya diterapkan untuk memindahkan atau memisahkan produk
alam dari dahan keringnya yang asli, dari tanaman, jamur, dan lain sebagainya.
Ekstraksi dapat dilakukan berulang - ulang untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan, dengan pelarut yang cocok misalnya : air, asam organik dan
anorganik, hidrokarbon jenuh, toluena, karbon disulfida, eter, aseton,
hidrokarbon yang mengandung klor dan isopropanol dan oktanol. Dan bisa juga
berawal mulai dari petroleum ringan (titik didih 40˚C) untuk memisahkan
komponen polar dari suatu campuran kemudian melangkah kepelarut yang lebih
polar seperti asam amino, karbohidrat dan lain sebagainya. Adapun beberapa
keuntungan menggunakan ekstraksi soxhlet antara lain :
·
Dapat digunakan dalam skala
besar.
·
Keamanan kerja dengan alat ini
lebih tinggi.
·
Lebuh effisien tenaga karena
tinggal menunggu hasil dari proses sirkulasi.
· Pelarut
dapat di peroleh kembali setelah proses ekstraksi selesai, sehingga dapat
digunakan kembali.
·
Kemurnian tinggi karena susunan
alat menyebabkan proses berjalan effektif dan beberapa pengotor.
Zat
warna dari daun mangga diperoleh dengan cara ekstraksi mengunakan ekstraksi
soxhlet. Pemisahan sari - sari daun tumbuhan mangga pada alat ini yaitu dengan
cara memasukkan serbuk daun tumbuhan mangga (daun mangga diblender kering
terlebih dahulu) ke dalam soxhlet yang telah dilapisi dengan kertas saring dan
dasar di beri wol glass agar tumbuhan mangga tidak terbawa pelarut.
D.
Pelarut
Pelarut
merupakan faktor yang menentukan keberhasilan dari suatu ekstraksi. Adapun syarat - syarat yang harus dipenuhi
untuk pelarut tersebut adalah tidak mengadakan reaksi kimia dengan zat warna
yang diekstrak, memiliki daya melarutkan yang besar, setelah proses ekstraksi,
pelarut dapat dipisahkan dengan mudah.
Bahan
yang sudah diekstrak maka pelarut dapat dengan mudah dipisahkan umumnya dengan
cara mengunakan destilasi biasa. Disamping syarat - syarat tersebut diatas,
pemilihan pelarut yang harus diperhatikan adalah harganya, mudah atau tidaknya
cara pengunaan, dan mudah tidaknya terbakar. Kepolaran pelarut dapat
ditunjukkan dari harga konstanta dielektrikumnya, maka semakin besar harga dari
konstanta dielektrikum maka akan bersifat makin polar.
E.
Metode Pendekatan
Zat
warna dari daun mangga mengandung banyak senyawa. Senyawa-senyawa tersebut ada
yang larut dalam air, maupun pelarut organik. Pada penelitian ini digunakan
pelarut aseton. Zat warna yang terekstrak diharapkan tidak luntur dengan
pencucian. Untuk menambah daya ikat zat warna dengan kain katun ditambahkan zat
mordan, yaitu tawas. Dengan penambahan zat mordan, diharapkan terbentuk
kompleks antara logam dari zat mordan dengan zat warna dan kain. Untuk
mengetahui ketahanan zat warna dalam kain dilakukan pencucian kain yang telah
diwarnai dengan deterjen.
III.
Alat dan Bahan
A. Alat
Alat - alat yang digunakan pada percobaan ini adalah
·
Peralatan gelas yang meliputi:
2 buah gelas kimia berukuran 250 mL, 3 buah gelas kimia berukuran 100 mL, 1
buah spatula, 3 buah kaca arloji, 1 buah corong, 2 buah pipet tetes, 1 buah thermometer,
seperangkat alat soxhlet lengkap.
·
Peralatan pendukung meliputi: 1
buah neraca analitik, 1 buah alat blender dan 1 buah kain serbet.
B.
Bahan
Bahan - bahan yang diperlukan pada percobaan ini adalah 200 mL
aseton teknis, 10 mL larutan NaOH 2 M, 10 mL larutan HCl 2 M, 3 helai kain
katun berwarna putih berukuran 4 × 4 cm, daun mangga seberat 28,35 gram serta
kertas aluminium foil, kertas saring, aquades dan es batu secukupnya.
IV.
Prosedur
Kerja
Tujuan utama dari percobaan
ini adalah untuk mengestrak zat warna dari daun mangga serta menguji potensinya
sebagai pewarna tekstil. Percobaan ini terdiri dari 3 tahap utama, yaitu :
A. Ekstraksi Zat Warna
(1) Menghaluskan daun mangga dengan menggunakan
blender.
(2) Menimbang daun mangga yang sudah diblender tadi menggunakan neraca
analitik.
(3) Memasukkan serbuk daun mangga ke dalam kertas saring yang telah
dibentuk seperti kantong.
(4) Memasukkan serbuk daun mangga yang sudah
terbungkus kertas saring tadi ke dalam alat soxhlet.
(5) Memasukkan sebanyak 200 mL pelarut aseton ke
dalam labu dasar bulat.
(6) Menambahkan larutan asam klorida (HCl) 2 M sebanyak 10 mL ke dalam
labu dasar bulat yang sudah berisi 200 mL pelarut aseton tadi. Penambahan HCl 2
M ini dilakukan untuk memecah dinding sel dari daun mangga.
(7) Memasang alat soxhlet pada labu dasar bulat berisi pelarut yang
telah diasamkan dengan larutan HCl 2 M kemudian menyambungkannya dengan
pendingin.
(8) Setelah alat soxhlet dirangkai menjadi satu, proses ekstraksipun
dimulai. Ekstraksi dilakukan sampai zat pelarut tidak mengandung zat warna.
B. Proses
Pemekatan Zat Warna Hasil Ekstraksi
(1) Zat warna hasil ekstraksi dipindahkan ke dalam gelas kimia.
(2) Memanaskan zat warna hasil ekstraksi yang berada dalam gelas kimia
tadi di atas pemanas soxhlet sampai volumenya menjadi seminimal mungkin
(pelarut diharapkan telah habis) sehingga didapat zat warna pekat.
(3) Menambahkan larutan NaOH 2 M sebanyak 10 mL ke dalam gelas kimia
yang berisi zat warna pekat tadi untuk menetralkan kelebihan asam.
(4) Zat warna siap untuk digunakan.
C. Aplikasi Zat Warna Hasil Sintesis
a.
Proses Mordan
(1) Memotong kain katun dengan ukuran 4 × 4 cm sebanyak 3 helai.
(2) Memasukkan 200 mL aquadest ke dalam 3 gelas kimia berukuran 250 mL
kemudian memberi label.
(3) Menimbang serbuk tawas masing - masing sebanyak 2 gram dan 9 gram.
(4) Menambahkan serbuk tawas ke dalam 2 gelas kimia yang masing -
masing sudah berisi 200 mL aquadest. Untuk gelas kimia 1, ditambahkan serbuk
tawas sebanyak 2 gram, sedangkan untuk
gelas kimia 2 ditambahkan serbuk tawas sebanyak 9 gram kemudian mengaduk
keduanya dengan spatula hingga didapat larutan tawas yang homogen. Untuk gelas
kimia yang ke 3 tidak ditambahkan tawas (hanya berisi aquadest 200 mL).
(5) Merendam kain katun berukuran
4 × 4 cm yang sudah dibuat tadi ke dalam masing - masing 3 gelas kimia
yang sudah berisi larutan tawas 2 gram, 9 gram serta gelas kimia ke 3 yang
hanya berisi aquadest dengan waktu perendaman kain masing - masing:
Gelas kimia I : 1
jam.
Gelas kimia II : 2
jam.
Gelas kimia III : 0
jam.
(6) Mengeringkan ke tiga helai kain katun setelah proses perendaman
selesai.
b. Proses Pencelupan
(1) Membagi
zat warna hasil ekstraksi dengan alat soxhlet ke dalam 3 gelas kimia masing -
masing berukuran 100 mL.
(2) Mencelupkan
ketiga kain katun yang sudah mengalami proses perendaman dalam larutan tawas
dengan konsentrasi berbeda dan proses pengeringan tersebut ke dalam zat warna
pada ketiga gelas kimia kurang lebih selama 1 jam.
(3) Agar
zat warna dapat terserap lebih banyak ke dalam serat kain, diperlukan suhu
rendah. Oleh karena itu, perlakuan selanjutnya yaitu merendam ketiga gelas
kimia yang berisi rendaman zat warna dan kain katun tadi ke dalam bak yg berisi
air dingin ( ditambahkan es batu ) sehingga diperoleh suhu yang rendah. Proses
ini dilakukan selama 1 jam.
(4) Setelah
1 jam, mengambil kain katun hasil perendaman tadi kemudian mencucinya
menggunakan air yang telah dicampur dengan detergen untuk menguji kekuatan
melekat atau tidaknya zat warna tersebut pada kain katun.
V.
Data
Hasil Pengamatan
1. Ekstraksi
Zat Warna
No
|
Perlakuan
|
Hasil Pengamatan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Menghaluskan
daun mangga dengan menggunakan blender.
Menimbang
daun mangga yang sudah diblender tadi menggunakan neraca analitik.
Memasukkan
serbuk daun mangga ke dalam kertas saring yang telah dibentuk seperti
kantong.
Memasukkan
serbuk daun mangga yang sudah terbungkus kertas saring tadi ke dalam alat
soxhlet.
Memasukkan
sebanyak 200 mL pelarut aseton ke dalam labu dasar bulat.
Menambahkan
larutan asam klorida (HCl) 2 M ke dalam labu dasar bulat yang sudah berisi
200 mL pelarut aseton tadi. Penambahan HCl 2 M ini dilakukan untuk memecah
dinding sel dari daun mangga.
Memasang
alat soxhlet pada labu dasar bulat berisi pelarut yang telah diasamkan dengan
larutan HCl 2 M kemudian menyambungkannya dengan pendingin.
Setelah
alat soxhlet dirangkai menjadi satu, proses ekstraksipun dimulai. Ekstraksi
dilakukan sampai zat pelarut tidak mengandung zat warna.
|
Daun
mangga yang diblender berwarna hijau.
Massa
daun mangga = 28,35 gram.
-
-
Pelarut
aseton tidak berwarna (bening).
Larutan
asam klorida (HCl) 2 M tidak berwarna (bening).
-
Proses
ekstraksi dilakukan selama 2 jam.
|
2.
Proses
Pemekatan Zat Warna Hasil Ekstraksi
No
|
Perlakuan
|
Hasil Pengamatan
|
1.
2.
3.
|
Memindahkan
zat warna hasil ekstraksi ke dalam gelas kimia.
Memanaskan zat warna hasil ekstraksi
yang berada dalam gelas kimia tadi di atas pemanas soxhlet sampai volumenya
menjadi seminimal mungkin (pelarut diharapkan telah habis) sehingga didapat
zat warna pekat.
Menambahkan larutan NaOH 2 M
sebanyak 10 mL ke dalam gelas kimia yang berisi zat warna pekat tadi untuk
menetralkan kelebihan asam.
|
Zat
warna hasil ekstraksi berwarna kuning bening sebanyak 200 mL.
Diperoleh
zat warna pekat berwarna hijau kecoklatan (coklat pekat) dan zat warna pekat
yang diperoleh sebanyak 35 mL.
Setelah
ditambahkan larutan NaOH 2 M sebanyak
10 mL, larutan zat warna pekat tidak mengalami perubahan.
|
3.
Aplikasi
Zat Warna Hasil Sintesis
a.
Proses
Mordan
No
|
Perlakuan
|
Hasil Pengamatan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Memotong
kain katun dengan ukuran 4 × 4 cm sebanyak 3 helai.
Memasukkan
200 mL aquadest ke dalam 3 gelas
kimia.
Menimbang
serbuk tawas masing - masing sebanyak 2 gram dan 9 gram.
Menambahkan serbuk
tawas ke dalam 2 gelas kimia masing - masing sudah berisi 200 mL aquadest. Untuk gelas kimia 1,
ditambahkan serbuk tawas sebanyak 2 gram, sedangkan untuk gelas kimia 2 ditambahkan serbuk
tawas sebanyak 9 gram kemudian mengaduknya keduanya dengan spatula hingga
didapat larutan tawas yang homogen. Untuk gelas kimia yang ke 3 tidak
ditambahkan tawas (hanya berisi aquadest 200 mL).
Merendam kain katun
berukuran 4 × 4 cm yang sudah dibuat
tadi ke dalam masing - masing 3 gelas kimia yang sudah berisi larutan tawas 2
gram, 9 gram serta gelas kimia ke 3 yang hanya berisi aquadest dengan waktu
perendaman kain masing
- masing:
Gelas kimia I : 1 jam.
Gelas kimia II : 2
jam.
Gelas kimia III : 0
jam.
Mengeringkan
ke tiga helai kain katun setelah proses perendaman selesai.
|
Kain katun yang digunakan
berwarna putih.
Aquadest tidak berwarna
(bening).
Serbuk tawas berwarna putih.
Pada saat serbuk tawas
ditambahkan ke dalam air aquadest di dalam gelas kimia dan diaduk, serbuk
tawas yang ditambahkan tadi lama kelamaan larut dalam air aquadest kemudian
menghilang (didapat larutan tawas yang homogen).
-
-
|
0 komentar:
:f ;;) :$ x(
:@ :~ ) :s (
Posting Komentar